Dalam
negara demokrasi, persamaan kedudukan warga negara amat penting. Karena hal itu
merupakan prasyarat atau fondasi bagi berlangsungnya demokrasi. Tanpa adanya
persamaan kedudukan warga negara, maka mustahil ada demokrasi. Itulah sebabnya
di negara-negara demokrasi, hal persamaan kedudukan warga negara diatur secara
eksplisit dalam konstitusi. UUD 1945 pun mengatur secara eksplisit mengenai hal
ini.
Dalam
bahasa ilmu politik, persamaan kedudukan warga negara biasa disebut dengan
istilah ‘persamaan politik’ (poticial equality). Persamaan politik dapat
didefinisikan sebagai keadaan di mana
setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan yang sama sebagaimana yang
lainnya untuk berpatisipasi dalam proses pembuatan keputusan politik negara (Ranney,
1982:280).
Demikianlah,
penekanan prinsip persamaan politik adalah persamaan kesempatan untuk
berpatisipasi, bukan persamaan partisipasi nyata warga masyarakat. Sebab,
pertisipasi nyata warga masyarakat yang satu dengan yang lain tentu saja
berbeda, tergantung pada kemampuan dan kemauan untuk berpatisipasi
masing-masing pihak. Namun, berbagai perbedaan tersebut tidak boleh menjadi
alasan adanya perbedaan dalam hal kesempatan untuk ikut-serta dalam proses
pembuatan keputusan politik, harus mempunyai kedudukan sama; dalam arti, mereka
harus diberi kesempatan yang sama untuk ikut-serta/berpatisipasi menentukan
jalannya kehidupan negara. Itulah prinsip mendasar demokrasi.
Dalam
hal ini, baik kiranya kita catat dua makna prinsip persamaan menurut Harold J. Laski. Menurutnya, prinsip
persamaan kedudukan warga negara memiliki dua dimensi, yaitu:
·
Tidak adanya keistimewaan
khusus; dan
·
Kesempatan yang sama
diberikan kepada setiap orang.
Sebagai
warga negara Indonesia kita memiliki hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban warga
negara Indonesia dijamin oleh UUD 1945. Jaminan yang diberikan oleh UUD 1945
menjadi landasan bagi kita untuk menjalankan hak dan kewajiban dalam lingkup
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Selain itu, warga negara
Indonesia memiliki persamaan kedudukan. Bagaimana hakikat persamaan kedudukan
warga negara? Dalam hal apa sajakah persamaan kedudukan warga negara? Mari kita
simak uraiannya berikut ini.
1.
Hakikat
Persamaan Kedudukan Warga Negara
Sebagai
manusia dan warga negara kita memiliki hak asasi. Hak asasi tersebut tidak
dapat dicabut atau dihilangkan oleh siapa pun. Hak ini tidak dapat dipisahkan
dari manusia karena hak tersebut telah melekat dan ada pada diri manusia karena
ia adalah manusia. Secara garis besar, hak asasi manusia meliputi hak hidup,
hak persamaan, dan hak kemerdekaan. Hak-hak tersebut selanjutnya
berkembangsesuai dengan teingkat kemajuan dan kebudayaan Indonesia. Manusia
mempunyai kedudukan sebagai subjek mertabat, derajat, hak, dan kewajiban.
Dari
uraian diatas dapat kira pahami bahwa hakikat persamaan kedudukan warga negara
sebagai berikut.
a. Persamaan
sebagai subjek dalam negara.
b. Persamaan
sebagai manusia yang memiliki harkat, martabat, derajat, hak, dan kewajiban
yang sama.
c. Persamaan
sebagai manusia yang memiliki harga diri.
2.
Landasan
Hukum Persamaan Kedudukan Warga Negara
a. Landasan
ideal. Landasan ideal persamaan kedudukan warga negara adalah Pancasila sebagai
dasar negara yang terdiri atas lima sila.
b. Landasan
konstitusional adalah UUD yang menjamin persamaan kedudukan dan batang tubuh
atau pasal-pasal UUD 1945, yaitu pasal 27-34
c. Landasan
operasional, meliputi :
1) UU
No 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara;
2) UU
No 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman;
3) UU
No 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia; dan
4) UU
No 27 Tahun 2009 tentang Pemilu Anggota MPR,DPR,DPD, dan DPRD.
5) UU
No 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No 2 tahun 2008 tentang Partai
Politik.
3.
Alasan
Perlunya Prinsip Persamaan Kedudukan Warga Negara
Menurut
Franz Magnis-Suseno (1982:115),
gagasan tentang prinsip persamaan kedudukan warga negara muncul sebagai respons
atas bentuk masyarakat feodal dalam sejarah kenegaraan Eropa abad ke-16.
Pendek
kata, prinsip ketidaksamaan kedudukan warga negara dalam masyarakat feodal
Eropa ketika itu menjadikan kekuasaan antarwarga masyarakat tampil secara
kasar, sepenuhnya tidak manusiawi. Si kuat senantiasa menjadi serigala bagi si
lemah (homo homini lupus).
Karena
itulah, muncul upaya untuk membuat agar kekuasaan tidak berpihak kepada si kuat.
Melainkan, kekuasaan dibuat sedemikian rupa agar menjadi lebih manusiawi, dalam
arti mampu memberikan keadilan. Hal itu dilakukan dengan cara: menciptakan
hukum berdasarkan prinsip persamaan, sehingga perbedaan antara si kuat dan si
lemah tidak operatif, terutama dalam urusan-urusan yang paling penting.
Itulah
inti dari prinsip persamaan. Melalui prinsip tersebut, hukum dibuat untuk
menjamin suatu kedudukan dasar yang sama bagi semua anggota masyarakat dalam
merealisasikan harapan hidup mereka.
Secara
lebih rinci, Robert A Dahl (2001)
mengemukakan dua alasan utama mengapa prinsip persamaan kedudukan warga negara
itu penting. Kedua alasan itu adalah sebagai berikut:
a. Secara
intrinsil semua manusia memang diciptakan sama, yaitu bahwa mereka dikaruniai
oleh Sang Pencipta dengan hak-hak asasi.
b. Setiap
orang dewasa yang tuduk pasa hukum suatu negara seharusnya dianggap cukup
memenuhi syarat untuk dapat terlibat (berpatisipasi) dalam proses demokratis
pemerintahan negara itu.
Lebih
lanjut menurut Dahl, alasan intrinsik bahwa semua manusia diciptakan sama dan
dikaruniai oleh Sang Pencipta dengan hak-hak asasi bukanlah gagasan yang
mengada-ada. Pandangan itu memiliki dasar argumentasi kuat. Dasar argumentasi
tersebut bertolak dari kenyataan-kenyataan berikut:
·
Prinsip persamaan intrinsik
itu sesuai dengan kepercayaan etika yang paling fundamental yang diterima oleh
banyak orang di seluruh dunia. Ajaran agama-agama besar di dunia menerima
prinsip tersebut (alasan etika);
·
Kebalikan dari prinsip
persamaan intrinsik, pernyataan bahwa saya atau kelompok saya lebih unggul
daripada orang lain atau kelompok lain tidak memadai apabila digunakan sebagai
dasar untuk memerintah negara;
·
Prinsip persamaan intrinsik
memungkinkan orang bertindak bijaksana dalam melaksanakan pemerintahan.
Sebaliknya, prinsip bahwa saya atau kelompok saya lebih unggul dariapada orang
lain atau kelompok lain tidak mungkin membuat orang bertindak bijaksana dalam
memerintah (alasan kebijaksanaan);
·
Prinsip persamaan intrinsik
lebih mungin diterima oleh orang banyak. Sebaliknya, prinsip bahwa saya atau
kelompok saya lebih unggul daripada orang lain atau kelompok lain pasti akan
ditolak banyak orang (alasan penerimaan/akseptabilitas).
Berikutnya,
alasan bahwa setiap orang dewasa yang tunduk pada hukum suatu negara seharusnya
dianggap cukup memenuhi syarat untuk dapat terlibat (berpatisipasi) dalam
proses demokratis pemerintahan negara. Menurut Dahl, alasan tersebut layak
diterima setidaknya karena dua pertimbangan:
1) Klaim
ekslusif bahwa hanya kelompok tertentu (orang-orang ahli) saja yang benar-benar
dapat menjalankan pemerintahan dengan baik tidak pernah terbukti dalam sejarah.
Sejarah menunjukkan, orang-orang ahli ketika memerintah tanpa kontrol secara
memadai akhirnya jatuh lalim juga. Kenyataan ini menunjukkan bahwa di antara
orang dewasa tidak ada orang-orang yang
pasti lebih memenuhi syarat daripada yang lainnya untuk dapat memerintah
sehingga mereka begitu saja diberikan otoritas secara lengkap dan menentukan
pemerintahan suaau negara (alasan kemampuan warga negara untuk memerintah).
2) Jika
suara/pendapat seseorang dianggap sebagai pendapat yang tidak setara dengan
yang lainnya, kepentingan orang tersebut pastilah tidak akan memperoleh
perhatian setara dengan pendapat lainnya. Karena itu, harus ada prinsip persamaan,
dimana dengan prinsip itu pendapat setiap orang harus dianggap setara (alasan
pencakupan/inklusi).
Demikianlah,
ada alasan-alasan kuat untuk menerima berlakunya prinsip persamaan kedudukan
warga negara. Dilihat dari berbagai segi (etika dan agama, sejarah, hukum, dan
jalannya pemerintahan), prinsip persamaan kedudukan warga negara jauh lebih
memadai ketimbang prinsip ketidaksamaan kedudukan warga negara.
Pendek
kata, berdasarkan alasan filosofis, historis, dan praktis, prinsip persamaan
warga negara jauh lebih menjamin terciptanya keadaan sosial daripada prinsip
ketidaksamaan warga negara. Prinsip tersebut merupakan satu-satunya pilihan
yang paling masuk akal untuk mewujudkan kebaikan bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar